3 min read

Review The Last of Us Part II Indonesia

Review oleh Fajar Ikhwanul

Bermula dari Sony membuka pre-order The Last of Us Part II aku masih belum terlalu hype walau suka banget sama yang pertama. Lebih memilih untuk melihat perkembangan. Sampai saat Sony membatalkan pre-order dan memundurkan jadwal rilis .

Lalu keluarlah leak di berbagai medsos, hate respon bertebaran dari yg alasannya faktual sampe yg benci karena semata gosip yg ngga terbukti (kita akan main sebagai protagonis kedua yg transgender).

Kontroversi itu malah bikin aku cari tahu, baca berita, sampe jadi kesel sendiri. Kok gini sih. Tapi masih setengah berharap game-nya ngga seperti yg dibencikan. Akhirnya pre-order lalu review pun keluar. Metacritic 9.4 , masuk elite club game-game terbaik.

Ok, tanggal 19 datang juga dan saatnya see what the commotion is all about.

Damn!

!LIGHT SPOILER ALERT!

Baru main dua jam, salah satu leak yg di benci hatters ternyata benar, tapi for a good reason. Tragedi itu jadi katalis amarah dan dendam protagonis 1 . Pejalanan dimulai, penuh kekerasan, amarah dan emosi. Kadang setelah badai pertempuran diselingi suasana tenang dan pemandangan luar biasa. Terbaik setelah beberapa game indah semacam Red Dead Redemption 2 dan Witcher 3 . Protagonis 1 membunuh banyak militan dan infected selama progres journey balas dendamnya, sampai suatu saat di tengah game.

Kontrol beralih ke momen kita memainkan tokoh paling dibenci gamer (yg belum main) tahun ini. Ya, kita main jadi tokoh yg jadi alasan protagonis kesayangan fans melakukan journey of violence buat balas dendam.

What the heck.

Kok gini. Sedikit dihibur indah dan amazing-nya sesi pertama kita main jadi protagonis 2 ini. Setelah main 10 jam jadi tokoh yg awalnya kita benci ternyata alasan Naughty Dog mutusin hal yg sangat ngga populer ini adalah kedua sisi juga punya sisi manusiawi dan sisi humanis masing-masing. Di saat main jadi protagonis 2 kita ketemu temen-temen dia yang, eh tadi kan ini orang gua bunuh, eh ini yg gua tembak. Ternyata dia ngga “jahat” mereka mengelola pengungsi juga.

Developer mau nunjukkin bahwa semua pihak punya ceritanya masing-masing. Bahkan part kita mainin tokoh yang awalnya kita ngga suka ini justru lebih kuat chemistry, action serta dramanya dari game kelas satu macam God of war sekalipun.

The Last of Us Part II ini bukan game ceria, bukan game fun“, walau battle-nya sangat menegangkan. Game ini game dewasa dengan cerita kontroversial, walau sedikit kepanjangan. Disajikan dengan grafis terindah yg pernah di tampilkan console generasi ini. Game yang memerlukan diskresi dari yang main. Game yg mungkin ngga akan disukai buat yang memiliki sifat fanboy. Game yg kasarnya bukan buat “bocah”.

Game ini bukan tanpa kekurangan. Isu pacing yang kadang sedikit memperlambat journey dan writing ala serial Netflix yang mungkin ngga sepenuhnya cocok diterapkan di game.

Tapi game ini tentang perjalanan. Perjalanan amarah, dendam, kebrutalan, dan perjalanan menuju, memaafkan.

10/10 masterpiece.